Minggu, 05 Juli 2009

Poligami

Pendahuluan

Poligami merupakan isu yang tengah mencuat dalam dunia Islam khususnya di Indonesia. Bahkan dalam novelnya Habiburrahman Ash-Shirazy “ Ayat-Ayat Cinta” mengangkat isu poligami sebagai bahan tulisanya.
Agar kita tidak terjebak dalam berbagai sudut pandang yang ada dalam masyarakat tentang poligami ini. Maka kita harus mengetahui dasar-dasar pokok apa yang terdapat dalam poligami itu. Kita harus kembali mengkaji asal mula kata poligami dan bagaimana perkembanganya pada masa sebelum kita.
Adapun kajian yang harus kita kaji kembali adalah asal mula kata, hadist atau ayat yang berkaitan dengan poligami, kapan poligami boleh dilaksanakan, syarat-syarat poligami dan hokum poligami.
Untuk itu dalam makalah ini penulis mencoba menyajikan kepada pembaca hal-hal yang harus di pahami ketika kita memandang pernikahn poligami.
Besar harapan makalah ini dapat dijadikan sumber bacaan atau bahan referensi untuk memperluas khazanah pengetahuan Islam.


POLIGAMI

A.Pengertian

Menurut bahasa Poligami berasal dari kata poly dan gamie. Poly berarti banyak dan gamie berarti seorang pria. Jadi dapat diambil kesimpulan bahwasanya menurut pengertian lingustik poligami berarti seorang pria yang melakukan perkawinan hingga beberapa kali tanpa menceraikan salah satunya. Jika seseorang pria menikah beberapa kali akan tetapi sebelum menjalin pernikahan yang baru ia melakukan suatu keputusan cerai maka hal ini tidak dapat dikatan sebagi poligami.
Perkawinan poligami sesungguhnya telah lama ada seperti kehidupan nabi Dawud yang memilki istri lebih dari 2 orang, Nabi Ibrahim yang memiliki Srah dan Hajar, Nabi Ya’qub mempunyai 4 orang istri bahkan konon Nabi Sulaiman mempunyai 100 orang istri serta raja-raja Romawi banyak yang beristri lebih dari 20 wanita.
Nabi Muhammad SAW juga berpoligami hal ini semata-mata untuk melindungi harkat dan martabat wanita selain itu juga untuk menjamin kesejahteraan wanita-wanita yang dijadikanya sebagai istri. Jadi dasar poligami hendaknya berpedoman pada ajaran Rasulullah SAW yang mana poligami dilakukan bukan sebagai alat pemuas nafsu syahwat akan tetapi maksud poligami adalah untuk memuliakan, melindungi dan mensejahterkan wanita-wanita yang akan kita nikahi.
Bahkan Nabi Muhammad SAW mengajarkan kepada umatnya agar jika melakukan poligami membatasinya hanya sampai 4 orang saja. Hal ini dikarenakan Nabi Muhammad khawatir pada suatu saat nanti poligami akan dijadikan sebagai alat pemuas nafsu belaka bahkan apabila seseorang takut tidak dapat berbuat adil kepada isteri-isterinya maka Nabi mengajarkan untuk menikahi seorang wanita saja.


B. Dalil Yang Memperbolehkan Berpoligami
Allah berfirman dalam surah An-Nisa : 3
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.
Dalam ayat ini disebutkan bahwa para wali yatim boleh mengawini yatim asuhannya dengan syarat harus adil, yaitu harus memberi mas kawin kepadanya sebagaimana ia mengawini wanita lain. Hal ini berdasarkan keterangan Aisyah RA ketika ditanya oleh Uswah bin Al-Zubair RA mengenai maksud ayat 3 Surat An-Nisa' tersebut yaitu:
"Jika wali anak wanita tersebut khawatir atau tidak bisa berbuat adil terhadap anak yatim, maka wali tersebut tidak boleh mengawini anak yatim yang berada dalam perwaliannya itu. Tetapi ia wajib kawin dengan wanita lain yang ia senangi, seorang isteri sampai dengan empat, dengan syarat ia mampu berbuat adil terhadap isteri-isterinya, jika tidak, maka ia hanya boleh beristeri seorang dan inipun ia tidak boleh berbuat zhalim terhadap isteri yang seorang itu. Apabila ia masih takut pula akan berbuat zhalim terhadap isterinya yang seorang itu, maka tidak boleh ia kawin dengannya, tetapi ia harus mencukupkan dirinya dengan budak wanitanya."
Sehubungan dengan ini, Syekh Muhammad Abduh mengatakan: “Haram berpoligami bagi seseorang yang merasa khawatir akan berlaku tidak adil”.
Jadi maksud ayat 3 Surat An-nisa' itu adalah bahwa kamu boleh mengawini yatim dalam asuhanmu dengan syarat adil. Bila tidak dapat berlaku demikian, hendaklah kamu memilih wanita yang lain saja. Sebab perempuan selain yatim yang dalam asuhanmu masih banyak jumlahnya. Namun jika kamu tidak dapat berbuat adil, maka kawinilah seorang wanita saja.
Sebelum turun ayat 3 Surat An-Nisa' diatas, banyak sahabat yang mempunyai isteri lebih dari empat orang, sesudah ada pembatalan paling banyak poligami itu empat, maka Rasulullah memerintahkan kepada sahabat-sahabat yang mempunyai isteri lebih dari empat, untuk menceraikan isteri-isterinya, seperti disebutkan dalam hadits yang artinya:
"Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW berkata kepada Ghailan bin Umaiyyah Al Tsaqafy yang waktu masuk Islam mempunyai sepuluh isteri, pilihlah empat diantara mereka dan ceraikanlah yang lainnya." (HR. Nasa'iy dan Daruquthni)
Dalam hadits lain disebutkan pula tentang pengakuan seorang sahabat bernama Qais bin Harits yang artinya:
"Saya masuk Islam bersama-sama dengan delapan isteri saya, lalu saya ceritakan kepada Nabi Muhammad SAW maka beliau bersabda: "Pilihlah empat orang dari mereka." (HR. Abu Daud).
Kesimpulanya ialah poligami boleh dilaksnakan dalam Islam apabila seseorang tersebut dapat berlaku adil di antara isteri-isterinya akan tetapi hanya dibatasi sampai 4 wanita saja. Apabila ia takut tidak dapat berbuat adil maka lebih baik ia menikah sekali saja. Bahkan apabila tujuan seseorang menikah hanya unuk menyakiti isterinya saja maka orang tersebut diharamkan untuk menikah.
elain itu adil dalam pengertian di sini lebih mengarah kepada rasa adil dalam cinta dan kasih saying terhadap isteri-isteri yang dinikahi.

Dalam masalah keadilan maka Allah menegaskanya dalam surah An-Nisa :129
“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat Berlaku adil di antara isteri-isteri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung. dan jika kamu Mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

C.Hal-Hal Yang Memperbolehkan Berpoligami
Poligami tidak bisa dilakukan semaunya, poligami mempunyai beberapa ketentuan yang dapat dijadikan acuan untuk melaksanakanya agar tidak terjadi penyalah gunaan dalam pelaksanaanya. Karena apabila poligami tidak ada syarat yang mengaturnya, maka ditakutkan poligami hanya dijadikan sebagai alat untuk pemuas nafsu belaka. Bukan sebagai suatu cara untuk melindungi dan menjunjung tinggi harkat dan martabat wanita.
Muhammad Rasyid Ridha mencantumkan beberapa hal yang boleh dijadikan alasan berpoligami, antara lain:
a)Isteri mandul.
b)Isteri yang mempunyai penyakit yang dapat menghalangi suaminya untuk memberikan nafkah batin,
c)Bila suami mempunyai kemauan seks luar biasa (over dosis), sehingga isterinya haid beberapa hari saja mengkhawatirkan dirinya berbuat serong.
d)Bila suatu daerah yang jumlah perempuannya lebih banyak daripada laki-laki. Sehingga apabila tidak poligami mengakibatkan banyak wanita yang berbuat serong.
Namun ada beberapa hal lain yang dapat dijadikan pertimbangan untuk berpoligami yaitu:
a)Menikahi seorang wanita untuk mencukupi rizki dan kebutuhanya.
b)Menikahi seorang wanita dengan maksud untuk melindungi dirinya dari marabahaya yang mengancam.
c)Mendapat persetujuan dari isteri sebelumnya.
Kesemua hal di atas dapat dijadikan pijakan untuk melakukan pernikahan poligami. Karena sesungguhnya poligami adalah suatu kemudahan yang diberikan oleh Allah kepada hambanya sebagai suatu jalan keluar dalam menghadapi permasalahan-permasalahan dalam hal pernikahan. Dan sesunguhnya adanya poligami dalam ajaran Islam adalah untuk menjauhi dari perilaku zina karena adanya rasa ketidakpuasan dalam membina hubungan rumah tangga.
Namun untuk berpoligami landasan utama yang harus dimiliki oleh suami adalah sikap adil dalam cinta dan kasih sayang kepada isteri-isterinya serta dalam melakukan poligami mendapat persetujuan dari isteri-isteri yang ada. Agar tidak menimbulkan suatu permasalahan dalam membina pernikahan yang dengan system poligami.
Syarat adil ini merupakan suatu penghormatan kepada wanita bila tidak dipenuhi akan mendatangkan dosa. Kalau suami tidak berlaku adil kepada isterinya, berarti ia tidak Mu'asyarah bi Al-Ma'ruf kepada isterinya, sebagaimana diperintahkan Allah dalam Al-Quran Surat An-Nisa' ayat 19 yang artinya:
"Dan bergaullah dengan mereka secara patut (baik)."
Dalam kedudukan suami sebagai pemimpin/kepala rumah tangga, ia wajib Mu'asyarah bi Al-Ma'ruf kepada isterinya. Ia tidak boleh berbuat semena-mena terhadap isterinya, karena dalam pergaulan hidup berumah tangga, isteri boleh menuntut pembatalan akad nikah dengan jalan khulu', bila suami tidak mau atau tidak mampu memberi nafkah, atau tidak berlaku adil, atau suami berbuat serong, penjudi, pemabuk, dan sebagainya, dan isteri tidak rela (lihat Surat Al-Baqarah ayat 229). Akibat khulu' suami tidak bisa ruju' tanpa persetujuan bekas isteri. Itulah konsekwensi bagi suami sebagai kepala rumah tangga yang tidak dapat melaksanakan tanggung jawabnya, yang berarti ia tidak bergaul secara patut/baik terhadap isterinya.
Karena jika dilihat secara sepintas pernikahan dengan menggunakan system poligami ini akan banyak menimbulkan permasalahan-permasalahan terutama yang berhubungan dengan perasaan. Maka daripada itu, jika seorang suami memutuskan untuk berpoligami maka ia harus mendapat persetujuan terlebih dahulu oleh isteri sebelumnya.
Seperti yang telah diungkapkan oleh Muhammad Rasyid Ridha kemandulan seorang isteri dapat dijadikan alasan untuk berpoligami. Karena pada umumnya kita melakukan suatu pernikahan adalah untuk mendapatkan keturunan yang melanjutkan cita-cita kita dan menjadi penerus dalam kehidupan kita ini. Namun tetap pada dasarnya seorang suami harus mendapat persetujuan terlebih dahulu oleh isterinya. Walaupun isterinya tersebut memiliki kekurangan yaitu mandul.
Begitu juga yang terjadi apabila sang suami mempunyai tingkat rseks yang tinggi (hyperseks)karena apabila isteri tidak dapat melayani kemauan sang suami, sang suami akan melakukan zina maka untuk menghindari hal tersebut maka sang suami diperbolehkan untuk melakukan poligami. Dan apabila sang isteri terus-menurus melayani sang suami maka hal itu tentunya juga akan memberatkan sang isteri juga. Maka dari itu poligami ada sebagai jalan keluar untuk menghadapi permasalahan ini.
Permasalahan yang berikutnya ialah apabila di suatu daerah tersebut wanitanya lebih banyak daripada jumlah prianya, maka diperbolehkan untuk melakukan poligami. Hal ini dapat dikatakan sebagai suatu keadaan yang darurat karena apabila pria-pria di daerah tersebut tidak berpoligami maka akan menimbulkan kecemburuan social yang tinggi. Dan dapat berakibat pada tidak harmonisnya kehidupan di daerah tersebut. Selain itu hal ini akan mengakibatkan banyak pria-pria di daerah tersebut akan bermain serong karena diakibatkan banyaknya jumlah wanita di sana.

D.Syarat-Syarat Berpoligami

Poligami tidak dilarang oleh Islam dan adapun syarat-syarat yang mengaturnya hanya untuk mengendalikan penggunaanya agar kebaikan dari poligami ini tidak dikalahkan oleh keburukanya.
Oleh karena itu apabila seorang laki-laki ingin berpoligami maka ia harus memperhatikan syarat-syarat berikut ini :
1.Membatasi istri yang akan dinikahinya. Hal ini telah disebutkan oleh Allah dalam surah An-Nisa : 3
Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.
Ayat di atas menerangkan dengan jelas bahawa Allah telah menetapkan seseorang itu berkahwin tidak boleh lebih dari empat orang isteri. Jadi, Islam membatasi kalau tidak beristeri satu, boleh dua, tiga atau empat sahaja. Pembatasan ini juga bertujuan membatasi kaum lelaki yang suka dengan perempuan agar tidak berbuat sesuka hatinya.
Di samping itu, dengan pembatasan empat orang isteri, diharapkan jangan sampai ada lelaki yang tidak menemukan isteri atau ada pula wanita yang tidak menemukan suami. Mungkin, kalau Islam membolehkan dua orang isteri saja, maka akan banyak wanita yang tidak menikah. Kalau pula dibolehkan lebih dari empat, mungkin terjadi banyak lelaki tidak memperolehi isteri.
2.Diharamkan bagi suami mengumpulkan wanita-wanita yang masih ada tali persaudaraan menjadi isterinya. Maksudnya seorang laki-laki tidak boleh mengawini adik dan kakak secara sekaligus. Karena hal ini dapat memutuskan tali sillahturrahmi dan secara medis hal ini dapat menimbulkan gangguan genetika.
3.Disyaratkan berlaku adil. Dengan tegas diterangkan serta dituntut agar para suami bersikap adil jika akan berpoligami. Para mufassirin berpendapat bahawa berlaku adil itu wajib. Adil di sini bukanlah bererti hanya adil terhadap para isteri sahaja, tetapi mengandungi arti berlaku adil secara mutlak. Oleh kerana itu seorang suami hendaklah berlaku adil sebagai berikut:
a.Berlaku adil terhadap dirinya sendiri. Seorang suami yang selalu sakit-sakitan dan mengalami kesukaran untuk bekerja mencari rezeki, sudah tentu tidak akan dapat memelihara beberapa orang isteri. Apabila dia tetap berpoligami, ini bererti dia telah menganiayai dirinya sendiri. Sikap yang demikian adalah tidak adil. Apabila dia tetap berpoligami, ini bererti dia telah menganiayai dirinya sendiri. Sikap yang demikian adalah tidak adil.
b.Adil di antara para isteri. Setiap isteri berhak mendapatkan hak masing-masing dari suaminya, berupa kemesraan hubungan jiwa, nafkah berupa makanan, pakaian, tempat tinggal dan lain-lain perkara yang diwajibkan Allah kepada setiap suami. Adil di antara isteri-isteri ini hukumnya wajib.
c.Adil memberikan nafkah. Dalam soal adil memberikan nafkah ini, hendaklah si suami tidak mengurangi nafkah dari salah seorang isterinya dengan alasan bahawa si isteri itu kaya atau ada sumber keuangannya, kecuali sang istri itu rela. Suami memang boleh menganjurkan isterinya untuk membantu dalam soal nafkah tetapi tanpa paksaan. Memberi nafkah yang lebih kepada seorang isteri dari yang lain-lainnya diperbolehkan dengan sebab-sebab tertentu. Misalnya sang istri itu sakit dan sedang membutuh perawatan di rumah sakit. Penerapan prinsip adil ini harus dilakukan tanpa adanya perbedaan, baik istri muda maupun tua ataupun istri kaya atau yang biasa saja. Kesemuanya harus diperlakukan secara adil dan menjaga perasaan mereka masing-masing.
d.Adil dalam menyediakan tempat tinggal. Selanjutnya, para ulama telah sepakat mengatakan bahawa suami bertanggungjawab menyediakan tempat tinggal yang tersendiri untuk tiap-tiap isteri berserta anak-anaknya sesuai dengan kemampuan suami. Hal ini dilakukan semata-mata untuk menjamin kesejahteraan para istri sehingga tidak timbul di hati mereka kecemburuan yang dapat mengakibatkan terjadinya pereselisihan.
e.Adil dalam giliran. Demikian juga, isteri berhak mendapat giliran suaminya menginap di rumahnya sama lamanya dengan waktu menginap di rumah isteri-isteri yang lain. Sekurang-kurangnya si suami mesti menginap di rumah seorang isteri satu malam suntuk tidak boleh kurang. Begitu juga pada isteri-isteri yang lain. Walaupun ada di antara mereka yang dalam keadaan haidh, nifas atau sakit, suami wajib adil dalam soal ini. Sebab tujuan perkawinan dalam Islam bukanlah semata-mata untuk mengadakan 'hubungan seks' dengan isteri pada malam giliran itu, tetapi bermaksud untuk menyempumakan kemesraan, kasih sayang dan kerukunan antara suami isteri itu sendiri.
4.Anak-anak berhak mendapat perlindungan, pemeliharaan dan kasih sayang yang adil. Keadilan dalam masah perlindungan, pemeliharaan dan kasih sayang haruslah dibedakan antara yang masih kecil dan dewasa, yang laki-laki dan perempuan serta yang cacat dan sempurna. Jangan sampai sebagai sang ayah kita melantarkan anak-anak kita yang lain hanya karena menyayangi seorang anak saja.
5.Tidak menimbulkan huru-hara di kalangan isteri mahupun anak-anak. Suami harus yakin bahawa perkahwinannya yang baru ini tidak akan menjejaskan serta merosakkan kehidupan isteri serta anak-anaknya. diperbolehkan poligami dalam Islam adalah untuk menjaga kepentingan semua pihak. Jika kepentingan ini tidak dapat dijaga dengan baik, maka seseorang yang berpoligami pada saat itu adalah berdosa.
6.Berkuasa menanggung nafkah. Yang dimaksudkan dengan nafkah di sini ialah nafkah zahir, sebagaimana Rasulullah (s.a.w.) bersabda :
“Wahai sekalian pemuda, sesiapa di antara kamu yang berkuasa mengeluarkan nafkah, Dan sesiapa yang tidak berkuasa, hendaklah berpuasa.”
Hadis di atas menunjukkan bahawa Rasulullah (s.a.w.) menyuruh setiap kaum lelaki supaya menikah tetapi dengan syarat sanggup mengeluarkan nafkah kepada isterinya. Andaikan mereka tidak mampu, maka tidak dianjurkan baginya untuk menikah walaupun dia seorang yang sehat jiwa dan jasmaninya. Oleh karena itu untuk menahan nafsu seksnya dia dianjurkan untuk berpuasa.

E.Hukum Melakukan Poligami

Menurut Mahmud Syaltut --mantan Syekh Al-Azhar--, hukum poligami adalah mubah. Poligami dibolehkan selama tidak dikhawatirkan terjadinya penganiayaan terhadap para isteri. Jika terdapat kekhawatiran terhadap kemungkinan terjadinya penganiayaan dan untuk melepaskan diri dari kemungkinan dosa yang dikhawatirkan itu, dianjurkan bagi kaum laki untuk mencukupkan beristeri satu orang saja. Dengan demikian menjadi jelas, bahwa kebolehan berpoligami adalah terkait dengan terjaminnya keadilan dan tidak terjadinya penganiayaan yaitu penganiayaan terhadap para isteri.
Zyamahsyari dalam kitabnya tafsir Al Kasy-syaaf mengatakan, bahwa poligami menurut syari'at Islam adalah suatu rukhshah (kelonggaran) ketika darurat. Sama halnya dengan rukhshah bagi musafir dan orang sakit yang dibolehkan buka puasa Ramadhan ketika dalam perjalanan. Darurat yang dimaksud adalah berkaitan dengan tabiat laki-laki dari segi kecenderungannya untuk bergaul lebih dari seorang isteri. Kecenderungan yang ada pada diri seorang laki-laki itulah seandainya syari'at Islam tidak memberikan kelonggaran berpoligami niscaya akan membawa kepada perzinaan, oleh sebab itu poligami diperbolehkan dalam Islam.
Dasar hukum untuk berbuat poligami telah disebutkan dalam Al-qur’an Surah An-Nisa : 3
Dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil. Maka (kawinilah) seorang saja atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.

0 komentar: